10 December 2008

Memandang Dari Lain Jurusan

Sudut pandangku tentang diriku ternyata sangat berkaitan dengan sudut pandangku dengan rasa cemburu. Ketika aku memandang diriku sebagai pemain gitar, senang sekali aku jika ada pamain gitar yang lebih buruk kualitasnya dariku. Kepadanya aku merasa menang dan kalau ia mau, aku bisa menasihatinya berlama-lama, bukan untuk membuatnya pintar, tetapi lebih dari sekadar untuk meneguhkan kemenanganku. Buktinya, kalau anak itu nanti benar-benar pintar karena nasihatku dan malah menyalip kemampuanku, murkalah hatiku.

Tetapi ketika hobi main gitar ini aku tinggalkan dan aku berpindah hobi menjadi pelukis, cuma soal-soal lukisanlah yang bisa membuatku cemburu. Pandanganku terhadap dunia gitar menjadi dingin dan datar. Walau seluruh gitaris terbaik di dunia bergabung untuk memanas-manasi hatiku, aku akan melihatnya sebagai sekadar pertunjukan. Saling cemburu yang kualami dulu kini kutatap sebagai soal yang menggelikan.

Apakah ini berarti aku sudah makin bijak dan matang? Tidak. Kecemburuan itu cuma sekadar sedang berpindah tepat. Kali ini ke dalam dunia seni lukis. Seluruh soal menyangkut lukisan membuatku peka. Seluruh pembicaraan tentang lukisan tanpa melibatkan namaku akan kutafsirkan sebagai penghinaan. Dan ketika dari seorang pelukis aku berpindah ke seni sastra, seluruh soal lukisan yang dulu aku anggap sebagai soal terpenting di dunia itu membuatku malu. Lukisankanku yang kuanggap sebagai mahakarya malah bisa kubagi-bagikan gratis belaka. Di antaranya ia teronggok di tumpukan gudang dan meranggas oleh ketidakpedulian. Tetapi kepada siapa saja sastrawan seangkatan yang mulai mendapat pujian, hatiku jadi tidak tenang karena menurutku, seluruh pujian itu hanya layak dialamatkan kepadaku. Jika ada kritikus lupa menyebut-nyebut namaku dalam deretan sastrawan masa depan, ia akan kutetapkan sebagai lawan.

Aku tak tahu berapa banyak lagi perpindahan minat ini harus kulakukan karena kemungkinan hidup ini ternyata begini kaya dan terbuka. Karena hanya dengan menggesar bacaanku saja bisa berubah minatku atas segala sesuatu. Hanya dengan menggeser pergaulanku, bisa bergeser pula profesiku. Tetapi ke manapun minat dan proses itu menuju ia selalu bertemu dengan rasa cemburunya yang baru. Pilihan-pilihan yang baru itu rasanya selalu diikuti oleh kerikil dalam sepatu. Tiba-tiba di dunia baru itu, ada juga orang yang bakatnya melebihi bakatku, ada keberuntungan yang tampaknya lebih besar tapi bukan untukku. Dan itu biasa membuatku marah setiap waktu.

Lalu siapa kamu, mahkluk bernama cemburu yang tak lelah-lelahnya mengikutiku itu? Oh, ia ternyata bukan ia yang setia mengikutiku, melainkan akulah yang setia mengajaknya. Ketika aku berpindah tempat, sang cemburu ini kuiminta untuk dengan sengit mengawasi apa saja yang sehubungan dengan duniaku yang baru. Lalu dunia itu menjadi soal yang amat serius, yang paling penting dan paling mendesak untuk diurus. Kepada sola-soal lain aku mudah menjadi rileks tetapi kepada soal yang satu itu, aku mudah menjadi tegang.

Ternyata inilah pokok persoalannya: begitu yang satu mementing, yang lain menyederhana. Begitu yang satu memfokus, yang lain mengabur. Hidup dengan satu fokus memang ada kalanya penitng. Tetapi ternyata memfokuskan yang satu bukan berarti boleh mengaburkan yang lain. Mementingkan yang satu bukan berarti boleh meremehkan yang lain. Karena semua ternyata penting dan tidak ada yang paling penting sehingga tak perlu ada yang paling aku irikan cuma gara-gara sedang ku anggap paling penting.

Maka ketika aku cemburu pada satu hal, aku cukup mengedarkan pandanganku ke segenap penjuru, untuk mengagumi seluruh kepentingan yang disebar merata di seluruh jagat raya sehingga semua soal lebih mudah terlihat setara.

GO FREEDOM SUKSES



PROMOSI ONLINE
!

0 comments:

Post a Comment

komentar anda sangat berguna untuk saya Your comment is very useful to me

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Promo

Anda Punya Proyek Website, ingin mencari server hosting yang bagus, stabil dan harga terjangkau silakan klik gambar ini